Pengajian Monolog=Monoton??
Pertemuan kemarin adalah undangan kedua dari PPIA ( Perkumpulan Pengajian Indonesia Perth).
Bayangin, diminta sebagai narasumber, bicara di depan para cendekia.. opo ngga ngeriiii??!! lha piye ngga cendekia, minimal sedang sekolah S2 jee mereka itu.
Opo maneh ibu-ibunya, lha pasti sudah terinfeksi dengan kepandaian pasangannya tho yes.. hehhe.
Bagi saya, kemarin itu rasanya lebih serem daripada waktu diminta ngomong di depan 3000 lulusan S1 UGM waktu lalu.. hadeeew… tapi ya karena gengsi takut dibilangin ama istri dan anak saya.. tetep brangkat saya.. hihihi.
Alhamdulillah ternyata lain dengan kekawatiran saya, suasana kemarin sedemikian cairnya, atau mungkin karena di taman ya? sehingga masing-masing peserta berasa lebih nyaman dan tidak berasa digurui.
Saya pikir emang seharusnya pada sebuah pertemuan, pengajian, seminar sekalipun, seorang narasumber berfungsi sebagai ‘penyaji’ saja.
Dan kemarin, sebenarnya entah para cendikia sadari atau tidak, mereka sendirilah yang mengisi materinya, dan Alhamdulillah terpuaskan semua, termasuk kebingungan bu Ade pun terjawab bareng-bareng.
Mungkin, eranya sudah lain, sudah bukan saatnya lagi pengajian koq ‘monolog’, sepertinya yang diperlukan hanya ‘pemantik’-nya saja, toh teman-teman semua sudah tau ilmunya.
Selamat datang era baru…