Tentang Nama ‘Kaji Edan’ dan ‘Obyek Penderita’
• menjadi Haji itu sebenarnya benar-benar murni hanya ‘urusanku dengan Allah dan tidak hanya sekedar gelar yang bisa dan dianggap perlu ditulis di depan sebuah nama.
• Menjadi Haji itu harus bisa menjadi panutan siapa saja..termasuk pemeluk agama lain..jadi tidak hanya mengurusi pengajian, masjid dan umat Islam saja,
Kalau kalimat di atas dirumuskan dengan ‘bahasa kyai’, kira-kira penjelasannya sebagai berikut:
“HabluminAllah itu urusannya hanya antara H. Onny dengan Allah, tapi kalau Habluminannas itu urusannya ‘Kaji Edan’ dengan siapa saja..”
Jadi, oleh karenanya, Kaji Edan harus bisa menceritakan sesungguh-sungguhnya yang terjadi tanpa harus menutup-nutupi kekurangannya..sebab saya meyakini bahwa cerita-cerita negatif tentang dan yang dipunyai oleh Kaji Edan pastilah ada hikmahnya yang dapat dipetik sebagai pelajaran dan itupun pasti terjadi karena ridhlo Allah..
Berarti..masih menurut Kaji Edan.. apapun yang negatif di sisi pelaksanaan dan pemahaman tentang agama kita, ada baiknya umatNya yang lainpun sebagai ‘koco benggolo’ (cermin-red).
Lagian sekarang-sekarang ini banyak ‘Kaji-Kaji dari berbagai agama’ yang berkelakuan dan moralnya ‘lebih hebat’ dari yang belum atau bukan Kaji.. (korupsi, mbobol Negara, menjual Negara, dll..). Dan bahkan yang ‘Kaji beneran’ berkotbah mbagus-mbagusin agamanya dan njelek-njelekin agomo liyo.. (liyo=lain)
Makanya, nama ‘Kaji Edan’ dipakai untuk mencoba mengajak memandang bahwa kita sama-sama sebagai ‘Obyek Penderita’.
Kita ini hanya ‘obyek penderita’ atas sekenario besar Tuhan. Yang kita sendiri (selama masih hidup di dunia ini) tidak akan pernah tahu apakah kita akan masuk ‘Surga’ ataupun ‘Neraka’, karena hal tersebut adalah hak ‘Prerogatif Tuhan’.
Seperti halnya kita memilih pasangan hidup.. tidak akan pernah bisa kita memastikan bahwa ‘pacar kita’ akan tetap sebaik, serapi, secantik, setabah, sesetia, seserasi, setidak pelit, setidak ngorok serta se-se yang lain setelah kita pilih dan kita jadikan dia sebagai pasangan hidup, sebab itu juga termasuk hak ‘Prerogatif Tuhan’
seorang Kaji pasti akan ngomong dan menganggap Agamanya paling bagus dan benar.. karena dia pandang Agama itu dari sudut Al Quran yang selalu dia baca (yang belum tentu dia pahami..), sedemikian halnya seorang Pastor pasti akan menganggap Agamanya paling Bagus dan benar.
Oleh karenanya.. kaji edan ingin mengajak (tanpa ingin mempengaruhi, mengaburkan ataupun menyama-ratakan.. dan tentu saja bagi yang berpikiran sama..) kita untuk melihat ‘kehidupan’ dari sisi pandang bahwa kita sama-sama sebagai ‘Obyek Penderita’.
Bukankah yang membedakan manusia di hadapan Tuhan adalah ‘takwa’, sementara kita juga diserukan untuk berlomba dengan manusia lainnya dalam berbuat kebaikan?
Yeeeeeeeeeessssssssssssssssss…… setuju sekali.
Saya melihat dan merasakan semangat “perbedaan” terutama dalam hal agama semakin tajam. Manusia mengambil alih peran Tuhan dengan mengkafir-kafirkan manusia lan hanya karena memiliki keyakinan yg berbeda. Walaupun saya sendiri tidak yakin apakah Tuhan akan mengkafirkan ciptaanNya. Sekelompok ormas merasa sedemikian saktinya hingga bisa melindungi Tuhan dari segala hal yg mengancam. Banyak tokoh yg merasa diri terkenal entah itu artis, politisi, maupun pejabat mempertontonkan diri “menjadi orang baik” dg kostum tertentu dan secara tidak langsung mengirimkan pesan bahwa kostum ini menunjukkan tahap kesadaran dan spiritualitas mereka. Semua dimaknai secara fisik, semua dimaknai sebagai pembeda, merasa eksklusif dan mematikan nilai2 inklusivisme. “Kajiedan” mudah2an bisa menjadi virus yg dg cepat menyebar dan merasuki siapa saja. Yang tidak senang dg kebhinekaan bisa dipastikan bukan orang Indonesia, dan tidak mau menjadi bagian dr warga dunia yg hidup dg nilai2 keberagaman.
Amiiiin yes..
Suwuuun yessssss….